Oleh: Jocelin Christabel Tanaputra / XII MIPA 1 / 11
Saat sedang melihat-lihat unggahan pengguna aplikasi Instagram, saya merasakan suatu ketidaknyamanan. Satu teman saya sedang pergi ke taman bermain bersama seluruh anggota gengnya, teman lainnya sedang liburan ke luar negeri bersama keluarganya. Hal tersebut membuat saya berpikir, “Wah, mengapa hidup mereka terlihat begitu berwarna? Apakah hanya saya orang dengan hidup yang membosankan diantara mereka?” Pikiran itu terus mengganggu saya sampai saat ini sehingga saya memutuskan untuk membuat esai dengan mengangkat tema sesuai judul di atas. Saya harap pengetahuan hasil studi literasi yang dicampur dengan pengalaman serta pemikiran pribadi saya dalam karangan ini dapat membantu pembaca sekalian dalam menyikapi maraknya penggunaan media sosial pada masa kini.
Secara sadar maupun tidak, manusia cenderung berusaha memperlihatkan sisi terbaik dirinya setiap saat. Itulah mengapa semakin berkembangnya zaman, semakin banyak tren kecantikan serta norma-norma tidak tertulis yang perlahan mendominasi pikiran masyarakat. Tidak hanya di dunia nyata, “topeng” kesempurnaan yang dipakai oleh hampir setiap orang ini juga dapat kita temukan dalam dunia maya melalui para pengguna media sosial yang terkesan sangat bahagia tanpa beban di hidupnya. Bahkan, saya sering melihat bahwa teman-teman saya memiliki banyak akun Instagram, masing-masing dengan fungsi tersendiri. Segala ketidaksempurnaan yang wajar saja dimiliki oleh manusia, mereka unggah di akun yang tersembunyi dari publik, atau lebih umum dikenal dengan second account (akun yang dibuka hanya untuk sahabat karib atau orang terpercaya). Rekor akun sampingan terbanyak yang pernah saya lihat dengan mata kepala saya sendiri adalah 7 akun! Saya sampai bertanya-tanya untuk apa ia memiliki akun sebanyak itu. Di akun utamanya, ia hanya memperlihatkan sisi positif dari kesehariannya, baik itu pengalaman di sekolah, di rumah, maupun saat liburan kemanapun. Jadi, tidak seharusnya kita merasa minder saat melihat unggahan yang terkesan sempurna itu, karena semua orang pasti memiliki pergumulannya masing-masing.
Di tengah proses menulis teks ini, saya teringat akan suatu ucapan dalam bahasa Inggris: “easier said than done,” yang berarti suatu hal lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Saya mengatakan bahwa kita tidak perlu merasa minder saat menjelajahi media sosial, tetapi terkadang perasaan negatif tersebut datang tanpa diundang dan menyelimuti seluruh pikiran kita. Maka dari itu, saya juga akan membahas tentang bagaimana cara menyelesaikan perasaan rendah diri, dimulai dari dalam hati kita sendiri.
Terkadang, media sosial dapat membuat pikiran kita terasa berat, penuh dengan kecemasan atau tekanan. Ketika merasa biru seperti itu, kita dapat menjernihkan pikiran dengan menutup aplikasi media sosial dan beralih ke aktivitas yang lebih positif tanpa menggunakan gadget. Aktivitas yang biasanya dapat membantu saya adalah melukis, membuat kue, menulis jurnal, ataupun meditasi. Saat pikiran saya sudah kembali tenang dan fokus, saya memikirkan alasan mengapa saya merasa tidak nyaman saat menggunakan media sosial sebelumnya. Salah satu alasan yang mungkin saja tidak kita sadari adalah menerima konten yang toxic atau berpengaruh buruk terhadap pola pikir kita. Solusi yang dapat saya berikan ketika menemui unggahan yang terkesan demikian adalah dengan menandai “tidak tertarik” pada video maupun gambar tersebut agar aplikasi media sosial tidak menunjukkan hal yang serupa untuk kedua kalinya. Dengan “membersihkan” isi dari media sosial sesuai keinginan dan kebutuhan kita, perasaan negatif seperti minder maupun cemas dapat kita hindari secara lebih baik. Selain itu, saya juga ingin memberi rekomendasi bagi para pembaca sekalian untuk masuk dalam suatu komunitas yang memiliki ketertarikan akan suatu bidang yang sama dengan kalian. Sebagai contoh, saya merupakan penggemar lagu pop korea (yang biasa dikenal dengan sebutan k-pop) saat saya masih SMP. Saya memutuskan untuk mengikuti komunitas online terkait dengan grup band yang saya sukai, dan pengalaman saya di tempat tersebut sungguh berkesan! Semua anggotanya hangat dan penuh dengan dukungan sehingga kami dapat berkomunikasi dengan lancar satu sama lain. Menurut saya, tindakan tersebut merupakan salah satu cara menggunakan media sosial secara positif.
Ingat, kita semua spesial dengan kelebihan dan kekurangan kita. Tuhan menciptakan satu per satu umat manusia secara unik! Maka, gunakanlah media sosial dengan bijak dan jangan terpengaruh unggahan yang bisa membuat kita merasa rendah diri. Ambil sisi positif media sosial dengan menambah wawasan melalui unggahan informatif dan kreatif, serta jauhkan diri dari sisi negatif media sosial yang penuh dengan ujaran kebencian maupun hoaks yang merajalela. Saya percaya bahwa bila digunakan dengan semestinya, media sosial akan membawa manfaat yang menakjubkan untuk kita semua.